Friday, June 1, 2007

Cerita dari KKL III GEOGRAFI ANGKATAN 2004 DI PPLH SELOLIMAN, MOJOKERTO

Mandi ditemani Katak dan Makan Martabak Daun So

Tanggal 2-4 Mei 2007 lalu mahasiswa Geografi angkatan 2004 melaksanakan KKL III di PPLH Seloliman Mojokerto. PPLH Seloliman merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) non komersial yang didirikan tahun 1990. Tujuan utama LSM ini adalah mendorong terwujudnya kepedulian semua lapisan dan golongan masyarakat baik secara sendiri atau bersama terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, sehingga sumberdaya alam yang ada bisa terus dilestarikan, dinikmati, dan diwariskan kepada generasi mendatang. Semua hal yang berhubungan dan terkait dengan lingkungan hidup dengan segala permasalahannya dikaji dan dibahas secara informal, terbuka, dan santai di tempat ini dari berbagai bidang ilmu seperti Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Geologi, juga aspek kehidupan lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Para pendamping pun ramah dan enak untuk diajak sharing. Tidak mengherankan jika yang berkunjung ke PPLH Seloliman ini tidak hanya dari daerah sekitarnya tetapi juga para LSM dan mahasiswa dari luar negeri. Tidak hanya para LSM dan mahasiswa tapi juga pelajar SMA sampai siswa TK.
Berbeda dengan 2 KKL sebelumnya, KKL III ini berupa penelitian baik itu sosial, fisik, ataupun pendidikan. Penelitian yang dilakukan berupa persepsi masyarakat sekitar terhadap keberadaan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Seloliman. Mahasiswa dibagi beberapa kelompok untuk menanyai responden yang tersebar di tiga desa di sekitar PPLH. Karena banyak mahasiswa Geografi yang tidak bisa Bahasa Jawa (tentunya karena berasal dari luar Jawa atau mahasiswa asal Madura yang gak bisa Bahasa Jawa), mereka ditemani oleh mahasiswa asal Jawa supaya tidak kesulitan saat melakukan wawancara dengan masyarakat sekitar (kalau respondennya hanya bisa bahasa Jawa kan gawat!). Dari hasil penelitian, sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa keberadaan PPLH sangat menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung. PPLH membina masyarakat untuk ramah terhadap lingkungan, salah satu caranya dengan pertanian ekologis dan organik serta pemanfaatan tanaman obat sebagai pengobatan tradisional/alternatif.
Berkunjung ke PPLH Seloliman merupakan hal yang menarik. Sambil belajar, kita juga bisa menikmati suasana yang masih asri. Semua bangunan di sana didominasi oleh kayu, mengingatkan saya akan rumah-rumah di kampung halaman yang masih didominasi baik dari kayu ulin ataupun jenis kayu lainnya. Arsitekturnya pun menarik karena merupakan gabungan arsitektur Jawa, Bali, dan Jerman dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan. Ada tiga pilihan penginapan yang tersedia, yaitu asrama, guest house, dan bungalow. Menariknya, kamar mandi yang ada di penginapan ini open space. Jadi, sambil mandi kita bisa melihat pemandangan sekitar. Bahkan, saya yang mendapat tempat di guest house setiap melakukan (maaf) kegiatan MCK ditemani oleh katak karena bungalow tersebut dikelilingi oleh water garden. Kalaupun ingin berendam harus waspada kalau-kalau ada katak yang ingin ikutan berendam di bathup.
Di dekat PPLH Seloliman terdapat situs purbakala berupa Candi Jolotundo dengan cerita dan legendanya yang menarik serta mata air berkualitas A. Bagi yang suka hiking, bisa menjelajahi hutan dan menyisiri sungai atau bahkan naik ke Gunung Penanggungan melalui melalui track yang ada. Saat KKL, ada salah satu teman yang sedang hamil juga ikut jelajah alam! Bikin semua teman-teman was-was jikalau terjadi sesuatu. Alhamdulillah, semua baik saja. Hitung-hitung sejak dikandungan mengajarkan anak untuk bertualang dan mencintai alam yang semakin memprihatinkan, baik akibat penebangan hutan dan masalah lingkungan lainnya.
Di PPLH Seloliman ada dua alat komunikasi yang dipergunakan sebagai media informasi, yaitu gong dan pentungan berbentuk ikan. Jika pentungan berbentuk ikan itu digunakan, berarti semua peserta harus berkumpul di aula. Yang paling ditunggu tentu saja ketika gong dipukulkan karena itu artinya makanan telah dihidangkan, siap disantap.
Masakan di PPLH walau relatif lebih mahal tetapi non pestisida dan zat adiktif. Salah satu cerita yang melatarbelakanginya adalah istri manager PPLH pertama yang berasal dari Jerman ketika melahirkan (di Jerman) dilarang untuk menyusui bayinya karena air susunya mengandung pestisida yang notabene didapatnya selama berdiam di Seloliman. Alasan lainnya karena tentu saja makanan non pestisida dan zat adiktif jauh lebih sehat untuk dikonsumsi. Bahan-bahan didapat dari para petani pertanian organik binaan PPLH. Selain itu, secara tidak langsung kita diajarkan untuk disiplin dan solid kepada teman-teman kita karena jumlah makanan yang tersedia jumlahnya sama dengan jumlah peserta. Jadi, kalau kita mengambil lauk dua, maka akan ada satu teman yang tidak kebagian.
Kita benar-benar berwisata kuliner karena apa yang kita makan itulah yang kita rasakan. Kalau istilah salah satu dosen saya, kita makan tidak nguber roso. Tidak makan sayur bayam tapi rasanya ayam. Variasi menunya pun beragam, tinggal pilih sesuai selera dan duit yang tersedia. Sebelum kembali ke Malang, supaya tidak penasaran saya memesan hidangan khas Restoran Alas, restoran yang dikelola oleh PPLH, yaitu martabak daun so (daun belinjo). Saya sempat ditanya apakah saya tahu bagaimana martabak tersebut. Dengan polos saya jawab “Gak. Saya mesan untuk mencoba bagaimana rasanya.” Alhasil, ketika dihindangkan saya shock. Ternyata martabak itu benar-benar berwujud daun so (tidak seperti martabak biasanya deh!) yang dicincang halus dengan campuran telur. Saya sempat berpikir tidak akan bisa menghabiskannya, bahkan jikalau saya seorang vegetarian. Tapi setelah dimakan ternyata enak juga.

No comments:

Post a Comment