Wednesday, May 21, 2008

Aku Cerewet, Suka Travelling, Hiking, & Gak Doyan Masak tu mMg Bawaan Orok

Waktu kecil abah sering menceritakan dongeng/cerita rakyat padaku dan Ifit sebelum tidur, juga kalau kumpul dengan sepupu”ku. Kisah Si Bawang Merah dan Si Bawang Putih atau Si Kasumba Habang dan Si Kasumba Hijau yang ceritanya +-, Nisan Berdarah (ini cerita favoritku. Romeo dan Juliet versi Martapura), sampai yang bikin sepupu”ku gak berani pulang/pergi ke kamar mandi sendirian malam” bisa abahku ceritakan. Kadang abah bercerita sambil menyetir saat kami sedang bepergian ke luar kota di malam hari. Paling kuingat pas pergi ke Sebamban III -> Batulicin. Gara” ban mobil pecah, malam banget baru sampai. Melintasi jalanan yang rusak dan berdebu dengan hutan semak” di kanan kiri, abah bercerita tentang bulan dan bintang yang saat itu sedang menerangi perjalanan kami. Abah memang pencerita yang baik. Aku harap aku bisa seperti dia saat punya anak nanti. Well, aku harus cari refrensi kisah” niy tuk ntar :)

Yang menarik, waktu kecil aku dan ifit sering bertanya ke abah yang memang mengenal Kalsel dengan cukup baik,

“Bah, kalau kita lewat sana ntar sampai ke mana?”

“Di sana ada apa aja?”

“Itu apa, bah?”

Dan banyak pertanyaan lain khas anak kecil yang kami utarakan tapi selalu bisa dijawab abah dengan memuaskan (bagi anak kecil tentunya) walau entah beliau memang tahu, menebak, atau sekadar mengarang. Mungkin itulah awal dari sifat cerewet, rasa penasaran, dan keingintahuanku yang cukup besar.


Aku kangen travelling bersama ortu. Well, wajar kan aku suka travelling coz ortuku juga suka dan dulu kami sering travelling bersama. Ke Kapuas (waktu kecil banget, naik jukung pula coz dulu prasarana jalan gak sebagus sekarang. Sepanjang jalan aku berdoa semoga jukung gak terbalik. Untungnya ortu jago renang sehingga aku gak terlalu kuatir akan menjadi korban Sungai Barito. Kalau ada apa”, ortu bisa menyelamatkan!!), Balikpapan (pertama kali ikut bapa tua naik truk puso), Kotabaru (rame” ma keluarga yang lain), Sebamban III (sudah ban s4 pecah, nyasar, masuk-keluar hutan, masuk desa yang s4 kami samain dengan kampungnya vampir” alias Transilvania coz pas kami datang desanya sepi banget yang ternyata seluruh warganya rame” nonton Barito Putra main di Batulicin) -> Batulicin (liat mapanretasi), Kuala Kapuas (cuma to nongkrong di dermaga melihat aktivitas sungainya di sore hari), Blitar, …, dan nyari keluarga mama/abah yang sudah lama gak ketemu dengan berbekal nama orang yang dicari.

Pencarian ini bagiku seru. Kadang kami datang ke tempat yang ortuku belum pernah datangi. Kebanyakan c kami mendatangi tempat yang sudah lama… banget gak didatangi oleh ortu. Walau akhirnya gak ketemu pun, tapi lumayan keluar masuk kampung yang bagiku dan Ifit adalah negeri antah barantah. Tapi sejauh ini ortuku jarang gagal dalam pencarian mereka. Cari rumah paacilan abah di Kurau (yang kalau ke sana sehabis panen minimal bawa pulang beras satu kresek besar), keluarga mama di Palingkau (waktu kecil mamaku pernah tinggal di sana. Gak ketemu orang yang dicari c, tapi masih ada keluarga yang berhasil kami datangi. Well, akhirnya sambil ngobrol di teras rumah, kami menyaksikan anak” kampung main ski air dari bahan seadanya yang ditarik pakai kelotok. Seru dan kreatif!!), keluarga kai di Tamban (pertama kali ke sana gagal dan digantikan acara melihat rumah sakit jiwa + para pasiennya yang berada di sekitar daerah pencarian kami saat itu. Setelahnya tentulah berhasil. Ortu rutin ke sana malah coz punya tanggungan, ambil jatah beras beberapa karung setiap panen ^.^v Sebenarnya c jatah kai, tapi karena jauh, kai juga punya sawah sendiri, to mama dech!! Sesekali kai minta dikirimin c coz beras Tamban kan rasanya enak… So, walau beras mahal, gak ngaruh bagi ortuku yang selalu punya stok di rumah, hHe…).

Pencarian paling mengharukan saat lebaran hampir empat tahun lalu. Mama ngajak kami ke Libaru, nyari keluarga dari kai. Tempatnya jauh, aku sampai capek bawa motor coz jalannya selain kecil juga menanjak. Pas ketemuan dan ortu ngobrol banyak, mereka terharu. Mereka pun senang karena nini dan mama bisa hidup lebih daripada mereka walaupun ditelantarkan kai, abah kandung mamaku (coz kai yang ada niy abah tiri. But, i love him so much). Well, nini dan mama memang beruntung. Walau keluarga kami gak kaya tapi bisa hidup berkecukupan dan bahagia. Aku dan Ifit bahkan jauh lebih beruntung daripada saudara kami di sana. Kami mendapat pendidikan yang bagus (bahkan kul di Jawa), berkesempatan untuk rekreasi/travelling, bisa makan enak, punya baju bagus, .... Sedangkan mereka, lulus SMP bahkan bisa baca tulis pun sudah syukur. Jangankan ke Jawa, nginjak Banjarmasin saja belum tentu pernah. Saat itu aku merasakan benar bahwa kami adalah tumpuan dan kebanggaan ortu, bahkan keluarga. Beban yang sangat berat dan memalukan jika tidak bisa memenuhi harapan itu.

Tapi mungkin awal dari rasa sukaku pada travelling a/ saat menjadi ’kernet’nya abah. Aku dan adingku kan usianya cuma terpaut 1,5 th. Repot banget kalau saat abahku pergi ke luar kota mamaku harus merawat kami sendirian. So, saat aku sudah gedean dikit (saat itu umurku berapa ya?! 2 tahunan mungkin), aku sering dibawa abah ke luar kota. Kalau ke daerah Hulu Sungai berarti aku dititip di rumah keluarga di Barabai. Kalau ke daerah Kotabaru, aku dititipin di rumah keluarga di Batulicin. Seminggu, 2 minggu, sebulan. Pokoknya abah pulang ke Banjarmasin baru aku dijemput. So, kalau abah singgah di warung/rumah makan gak jarang ada saja yang kasihan lihat aku. Dipikirnya aku ditinggal pergi ma mama gitu... ^.^v Aku masuk TK baru abah gak ngajak aku lagi.

Well, kapan yach bisa travelling ma ortu lagi?! Masih banyak tempat yang belum kami datangi. Danau Panggang (nonton kerbau rawa), Tanuhi (Loksado), Jawa, Sumatra, Papua, Mekkah, Madinah (umroh n naik haji bareng maksudnya), … :)


Mengapa aku bisa dibilang cewek hiker yang lumayan (kalau gak bisa disebut tangguh)?! Itu juga berasal dari kebiasaan keluargaku. Saat keluargaku belum punya kendaraan, kami sering jalan kaki kemana”. Waktu rumahku di pal 6, keluargaku sering berkunjung ke rumah uwa di pal 4. Pergi naik angkot, tapi pulangnya jalan kaki karena sudah gak ada angkot yang lewat jam 10 malam. Karena masih kecil, setelah cukup jauh berjalan aku akan dihambin abah, Ifit digendong mama karena kecapekan. Kadang sebelum sampai rumah kami sudah tertidur. Begitu juga waktu rumahku sudah di Veteran. Kalau ingin ke Mitra, ya jalan kaki. Supaya gak terlalu jauh, kami motong jalan. Veteran -> pal 1 -> jembatan Dewi -> Pasar Sudimampir -> Mitra. Pulangnya baru naik becak. Bahkan pernah lo kami long march dari veteran ke Lapangan Kamboja pp untuk mendatangi pameran pembangunan (sekarang di gedung Sultan Suriansyah). Capek c, tapi rasanya menyenangkan karena sambil bersenda gurau dengan ortu.


Nah, yang terakhir ini yang paling kontroversial. Gak doyan masak!! Ini gak berarti aku gak niat untuk belajar masak -> pintar masak loh ya... Secara, diriku juga megang kok kata” suami tuh bakal betah di rumah kalau istri pintar masak. Sedikit” aku sudah mulai belajar masak, yach walau menurutku c STD, gak kayak masakannya mama atau koki” di rumah makan atau restoran. Menunya juga masih simpel. Sop, mie goreng, nasi goreng, oseng”, ... Tapi aku bertekad u/ bisa bikin masakan kayak di resep” yang ada di majalah/buku” (kerjaanku ma miz Cici di skul kala senggang/boring a/ nyatat resep” masakan! Secara, base camp PPL kami perpust sekolah kok ^.^v).

Kenapa aku bilang ini bawaan orok dan kontroversial?!

Soalnya hal ini bermula saat mamaku ngidam kala mengandung aku. Kata mama, saat itu dia gak suka masak. Kalau masak, cium masakannya gitu, pasti pingin muntah. So, setiap kali masak to abah ya tutup hidung. Beda banget pas mengandung adingku. Mamaku saat itu doyan masak. Makanya gedenya adingku doyan masak. So, gak salah kan kalau aku bilang gak doyan masak karena memang bawaan orok?!

No comments:

Post a Comment