Saturday, May 24, 2008

Euy, tarif angkot naik!!

Puff!! Hampir 4 tahun di Malang 2x aku merasakan kenaikan tarif angkot. Dari harga Rp 1000 → Rp 2000, dan kini naik jadi Rp 2500 sekali jalan!! Padahal harga BBM belum resmi dinaikkan.

Duh BBM!! Nyontek kata ayank, BBM tuh ibarat buah simalakama. Naik salah, gak naik juga salah. Kalau naik, harga” kebutuhan (primer, sekunder, tersier) pasti juga akan naik. Gak naik?! Aneh juga. Soalnya BBM tuh kan kekayaan alam yang gak bisa diperbaharui (begitu kata buku” pelajaran)… Akibat pemakaian BBM yang begitu banyak dan eksploitasinya yang besar, tentunya cadangan minyak di muka bumi ini pun lama” semakin sedikit. So, kalau BBM jadi mahal dan langka, wajar kan?! Anehnya, Indonesia kan negara penghasil minyak (anggota OPEC kan?!) walau bukan yang terbesar. Tapi kenapa dengan melonjaknya harga minyak dunia bukannya mendatangkan keuntungan tapi mahal kerugian buat negara kita yang tercinta ini?! Can u tell me?!

Kasihan juga c liat situasi Indonesia sekarang. Kalau nonton berita sekarang, suasananya tuh kayak negara sedang dalam keadaan genting. Rusuh, crowded gara” dimana” demo menuntut pembatalan kenaikan harga BBM (sembako juga!), penggagalan penyelewengan penjualan BBM bersubsidi, penggagalan usaha penimbunan BBM, dimana” BBM langka dan terjadi antrian panjang di POM bensin, nelayan gak bisa melaut gara” solar langka yang kalau ada pun pembeliannya dibatasi, serta berita lainnya terkait dengan BBM.

Di Banjarmasin, yang namanya antri panjang dan berjam” di POM bensin alias SPBU sekarang sudah bukan hal aneh ketika pasokan minyak terbatas. Abahku aja sampai lebih milih beli petramax atau beli di eceran daripada antri. Tadi malam, sekitar jam 10an WITA, kakakku yang di Denpasar nelpon. Selain say hi, dia nelpon to ngusir ngantuk dan BT gara” udah ngantri di SPBU selama 1 jam. Beberapa SPBU di Malang juga kadang terlihat tutup karena kehabisan BBM (entah cuma premium/yang lainnya juga).

Ibu” pengguna kompor minyak tanah juga pusing bukan kepalang. Mau beralih ke kompor gas takut/gak terbiasa, harganya pun masih relatif mahal (di daerah yang belum diberlakukan konversi minyak tanah ke elpiji maksudnya…). Untungnya mamaku gak termasuk ibu” yang pusing karena itu. Soalnya, selain sekarang jarang masak (b-2 aja, abah juga jarang di rumah), kakak sepupuku di Barabai punya pangkalan minyak tanah. Pamanku juga ada yang kerja di pangkalan minyak tanah di Pasar Murakata. So, kalau pasokan minyak datang, tinggal taruh 2 atau 3 derigen 10 liter to diisiin. Aman deh to beberapa minggu ^.^v

Ketika pasokan minyak dikurangi, sayangnya belum diimbangi sama energi alternatif (tentunya yang murah dan tersedia dalam jumlah besar). Walau aku gak ngerti amat tentang politik dan ekonomi, menurutku lebih bijak jika pemerintah concern ke hal itu dulu sebelum menaikkan harga BBM. Apalagi perekonomian rakyat juga gak bagus (dari informasi yang kudapat di TV, koran, or radio loh). Pengangguran terbuka makin banyak, angka kemiskinan makin tinggi (berdampak pada angka putus sekolah karena biaya pendidikan jadi ikutan + mahal karena kabarnya penerbit akan menaikkan harga buku” dan gizi buruk yang makin tinggi), …

Menurutku, dengan BLT, seperti komentar banyak orang juga, bukanlah solusi cerdas. Cuma akan mengajarkan masyarakat untuk menadahkan tangan alias meminta. Harusnya pemerintah (dan para entrepreneur/calon enterpreneur) membuat/membuka lapangan kerja yang bisa menyedot banyak tenaga kerja, meningkatkan upah buruh tani, dan hal” yang berkaitan dengan perbaikan ekonomi rakyat (banyak/kecil) dulu. Ketika masyarakat sudah familiar dengan bahan bakar alternatif, perekonomian rakyat sudah jauh lebih baik (makmur gitu d!), mau harga BBM dinaikkan sampai 300% pun Insya Allah gak akan ribut/berdampak besar kayak sekarang.

Jadi ingat ajaran mamaku waktu kecil. Kalau ada pengemis lebih baik kamu kasih dia pekerjaan dulu (nyemir sepatu, nyapu halaman, …) baru dikasih uang. Kalau mau bersedekah, cari aja keluarga, tetangga, atau orang memerlukan yang kamu kenal (contoh dari mamaku, ke tukang becak langganannya), jangan ke pengemis . Itu cuma akan membiasakan mereka untuk meminta. Guru PPKnku SMA malah berargumen begini: seharusnya pasal (aku lupa no berapa, tolong diingatkan!) yang bunyinya +- gini “Anak yatim dan fakir miskin dipelihara oleh negara” itu diamandemen saja. Kata ‘dipelihara’ itu menurut beliau seakan” mereka harus disuapi oleh negara. Pemerintah juga kan yang akhirnya repot ketika rakyat meminta agar kupon BLT segera dibagikan, bukannya menuntut agar diberi pekerjaan yang layak sehingga bisa menghidupi keluarga.

Aku beberapa kali mendengar Pak SBY mengomentari demonstrasi menolak kenaikan BBM. Tangkapanku, komentar beliau tersebut menyatakan bahwa di negara demokrasi wajar jika terjadi aksi demo o/ rakyat jika ada kebijakan pemerintah yang dianggap gak sejalan. Walau aku bukan demonstran (dan ogah jadi demonstran → beda kalau aksi damai), tapi suara mereka gak ada salahnya u/ didengar dan dijadikan bahan pertimbangan pemerintah kan?!

Well, aku jadi penasaran dengan nasib mahasiswa yang lagi demo mogok makan di perempatan ITN. Berapa lama mereka akan bertahan disana? Apakah aspirasi mereka diperhatikan o/ masyarakat dan (khususnya) pemerintah?! Atau jangan” mereka hanyalah sebagian kecil yang menyuarakan aspirasi (aksi) tanpa adanya reaksi (ditanggapi)?!

Kalau angkot naik, BBM naik, harusnya gaji PNS juga naik supaya uang jajanku ikut naik. Alah, panjang lebar, ternyata uuj aku nulis ini ^.^v

No comments:

Post a Comment