Monday, March 2, 2009

Depression

Komunikasi yang baik harus terjalin di dalam sebuah keluarga. Sepasang suami-istri haruslah saling mencintai dan menjaga walau kehidupan berumah tangga gak selalu adem ayem. Ortu haruslah penuh perhatian kepada anak-anaknya dan sebagai anak haruslah berbakti kepada ortunya walaupun silang pendapat kadang terjadi. Sebagai manusia, kita juga gak bisa hidup sendirian. Memerlukan interaksi dengan orang lain. Kalau ada masalah, kadang memang perlu untuk disisakan sedikit, tapi ada baiknya dibagi dengan orang lain agar bisa dicarikan solusinya. Jadi gak dipendam sendiri, apalagi sampai menumpuk dan menimbulkan depresi.
---------------

Sabtu siang kemarin aku dan adikku berkunjung ke rumah keluarga kawan abah. Beliau mengundang kami, terutama adingku untuk menjenguk ‘bule’ beliau yang sedang sakit, depresi. Ini tentu terkait dengan studi adingku di psikologi. Setelah melihat keadaan bule (lebih pasnya c kusebut nenek), beliau berharap adingku bisa ngasih masukan atau bahkan bantu menerapi. Adingku mahasiswa psikologi semester 8 (sedang mengerjakan skripsi) dan pernah magang di RSJ. Sedikit-sedikit punya ilmunya lah walau adingku ngambil psiko industri sebagai kuliah mayor dan klinis sebagai kuliah minor.

Awalnya c aku sempat takut. Secara, aku parno berada di dekat orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi saat itu bule sedang ‘kumat’. Kalau yang gak ngerti c mungkin menganggap bule tuh pengidap psizoprenia. Tapi kata adingku, seseorang tuh dibilang mengidap psizoprenia kalau memenuhi 4 dari 6 gejalanya. Kalau melihat keadaannya, bule tidak masuk kategori itu.

Kesimpulan yang kami dapat, bule tuh mengalami depresi akibat masalah pekerjaan dan kehidupan rumah tangganya. Beliau tidak siap menghadapi masa pensiun, mungkin akibat tidak memiliki aktivitas di luar pekerjaannya. Suami beliau sibuk, anak-anaknya pun sudah berkeluarga dan dua dari tiga anak beliau tinggal di luar daerah. Beliau sepertinya kecewa dengan keadaan rumah tangganya. Soalnya, setiap kali mengungkit masalah pekerjaan dan keluarga beliau langsung ‘kumat’.

Selama beliau ‘diungsikan’ ke Malang (sebelumnya beliau tinggal di Sulawesi), katanya c hampir bisa dibilang tak ada kontak dengan suami dan anak-anaknya. Pernah c seorang anaknya yang berprofesi sebagai dokter dan sedang dinas di RS di Malang menjenguk, tapi itu juga cuma sekali dan sebentar. Yang bikin BT, saat pamit anaknya tuh bilang +- gini,
‘Saya pamit dulu soalnya saya lagi banyak pasien.’
Memangnya ibu dia yang sakit dia anggap apa?!
Mana ketika ‘mengungsikan’ bule suaminya berpesan supaya istrinya gak dirawat di RSJ lagi! Emang bule gila apa?! Emang RSj buat orang gila aja?! Apa salahnya kalau bule dirawat di RSj jika disana beliau mendapat perawatan intensif? Kenapa bule gak dirawat di ‘rumahnya sendiri’ malah diungsikan ke saudaranya? Bukan cuma adingku dan keluarga disini yang bilang kalau penyakit bule tuh bersumber dari keluarga dan cuma keluarganya yang bisa bikin bule lebih baik, tapi dokter juga.

Gak banyak informasi yang bisa digali akibat sifat bule yang introvert dan jarang bergaul. Apalagi dengan keadaan bule yang seperti sekarang. Kalaupun harus diterapi, sepertinya family therapy yang paling cocok diterapkan. Jadi, keluarga bule bisa saling terbuka satu-sama lain terhadap permasalahan yang terjadi di keluarga mereka. Kalau sudah tahu akar permasalahannya kan lebih mudah untuk dicarikan solusinya. Masing-masing pihak juga jadi gak harus saling menyalahkan.

Dalam hal ini yang jadi korban tentulah keluar dari saudara bule. Bukannya menolak kehadiran bule, tapi saudaranya kan juga punya kehidupan. Semenjak bule datang, cucu-cucu saudara beliau pada gak berani berkunjung karena takut sama bule. Anak dan cucu yang tinggal serumah sama saudara bule pun kadang terganggu dan gak bisa sabar menghadapi bule kalau sedang ‘kambuh’. Gimana bisa belajar dengan tenang kalau di rumah ada orang yang teriak-teriak? Gimana bisa nyaman kalau tengah malam ada yang bikin keributan? Belum lagi rumah beliau yang berada di lokasi yang padat. Rumah yang satu dengan yang lain saling dempet. Noisy banget kan?! Walaupun saudara, kenapa harus saat sakit bule baru berada di antara mereka?! Dimana dan ngapain aja suami dan anak-anaknya? Apa yang terjadi di antara mereka?!

Semoga bule bisa bahagia lagi. Bisa menangis juga ketawa lagi.

No comments:

Post a Comment