Tuesday, February 16, 2016

Menerobos Hujan demi Air Terjun: Watu Ondo dan Watu Lumpang

Rindu melihat air terjun!
Kuingat-ingat dalam 2 tahun terakhir jalan-jalanku berputar di laut/pantai, bukit, riam, dan gua. Libur imlek barusan (8/2), saat sedang berada di Malang dan lagi pingin banget melihat air terjun (Coban Rondo ditutup karena banjir bandang), atas informasi dari seorang teman kuputuskan untuk mengunjungi air terjun watu ondo dan watu lumpang yang katanya berlokasi tidak jauh dari mata air panas Cangar. Alasan aku kesana karena lokasinya dekat, berangkat cuma berdua, jalur menuju kesana mulus, dan musim hujan.
Sewaktu kuliah di Malang aku tidak pernah dengar tentang keberadaan air terjun ini. Mungkin karena dulu kegiatan berwisata tidak booming seperti sekarang sehingga informasi jadi minim. Padahal, dulu setiap tahun aku selalu berkunjung ke mata air panas Cangar. Baik untuk kegiatan kampus atau hanya untuk berwisata.
Simpan dulu keinginan untuk ke air terjun sumber pitu, tundo loro, coban sewu, dan air terjun lainnya di Malang Raya yang berjumlah banyak! Kalau balik ke Malang dan ada waktu lebih luang nanti dicicil satu-persatu. Setidaknya aku bisa melepaskan rindu untuk melihat air terjun, setelah sekian lama. Meski di tengah perjalanan, aku yang saat itu pergi bersama Lengga akhirnya harus ‘bersahabat’ dengan hujan yang menyirami Malang Raya hingga sore hari (._.”).

Air Terjun Watu Ondo


 AIR TERJUN WATU ONDO berada di kawasan taman hutan rakyat (Tahura) Raden Soeryo, Cangar, perbatasan antara Kota Batu dengan Kabupaten Mojokerto. Lokasi air terjun ini tidak jauh dari mata air panas Cangar. Hanya saja, untuk mencapai air terjun ini dari parkiran diperlukan tenaga yang lumayan. Ini karena kita harus menuruni puluhan anak tangga ke bagian lembah, yang berarti pulangnya harus naik puluhan tangga yang akan bikin ngos-ngosan, apalagi suhu udara cukup dingin sehingga cepat bikin lelah (terutama bagi aku yang terbiasa dengan suhu Kalimantan yang panas).
Karena lokasinya yang berada di lembah jualah, cukup beresiko jika berkunjung ke air terjun watu ondo ini dikala hujan. Selain tangga-tangga batunya menjadi licin, juga rawan longsor. Tapi tentu petugas jaga di air terjun akan memantau untuk memastikan air terjun aman atau tidak untuk didatangi.
Air terjun watu ondo juga sering disebut sebagai air terjun (coban) kembar. Ini karena kita dapat menikmati dua buah air terjun yang lokasinya bersisian. Air terjun yang lebih tinggi bertingkat dua, sedangkan air terjun yang lebih rendah langsung terjun dari atas tebing.
HTM + asuransi + parkir di obyek wisata ini Rp 7.500,-


Air Terjun Watu Lumpang

AIR TERJUN WATU LUMPANG juga berada di kawasan taman hutan rakyat (Tahura) Raden Soeryo, Cangar, perbatasan antara Kota Batu dengan Kabupaten Mojokerto. Air terjun ini terletak di bawah lereng Gunung Welirang yang tak jauh dari Gunung Arjuna, tidak jauh dari air terjun watu ondo, tidak jauh dari mata air panas Cangar.
Akses ke air terjun ini mudah karena lokasinya berada tak jauh dari jalan raya. Dari parkiran tinggal jalan kaki sebentar, sampai deh di air terjun. Kalau ke tempat ini di musim hujan (saat debit air cukup melimpah), kita akan menemukan dua buah air terjun yang lokasinya bersisian. Air terjun yang lebih kecil debitnya terlihat seperti tirai air yang mengalir di tebing.

Dibanding air terjun watu ondo, air terjun watu lumpang tidak terlalu tinggi. Lokasinya pun relatif aman untuk didatangi meski di kala hujan seperti saat aku berkunjung kesana. Hanya saja, jika sedang hujan seperti saat itu airnya menjadi keruh (makanya gak foto-foto disana, hee...).
HTM + parkir di obyek wisata ini Rp 5.000,-


Rute dari Kota Malang…
Malang -> Batu -> cari arah ke Selecta -> arboretum -> mata air panas Cangar -> air terjun watu ondo -> air terjun watu lumpang.

Tidak ada transportasi umum untuk menuju obyek ini. Akses jalan raya bisa dilewati roda 2 dan 4 dengan jalur berkelok-kelok melintasi pemukiman, perkebunan penduduk, dan pegunungan.

Baca juga tulisanku tentang AIR TERJUN

Field Trip MGMP Geografi Banjarmasin

Tidak aneh jika guru-guru geografi yang tergabung di Musyawarah Guru Mata Pelajaran Geografi (MGMP) Geografi Kota Banjarmasin melakukan fieldtrip untuk refreshing sekaligus menambah informasi yang dapat disampaikan kepada siswa tentang pengalaman mengunjungi suatu tempat ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Karena pengalaman yang didapat di lapangan akan sangat berguna untuk menambah wawasan dalam pengembangan pembelajaran di kelas. Tentu informasi yang disampaikan disesuaikan dengan bahasan yang diajarkan saat itu.
Selama aku mengikuti MGMP sudah tiga kali kami mengadakan kegiatan fieldtrip meski hanya di Kalimantan Selatan. Fieldtrip pertama pada 22 November 2011 ke Pasar Terapung Kuin, Banjarmasin juga Pulau Kaget dan Pulau Kembang yang ada di Kabupaten Barito Kuala, kedua ke Bukit Batas, Riam Kanan, dan yang ketiga ke gua karst yang ada di kawasan Batu Hapu.

Pasar Terapung Muara Kuin, Pulau Kaget, Pulau Kembang (22 November 2011)

Pasar Terapung Muara Kuin
Pasar Terapung Muara Kuin berada di atas Sungai Barito, tepatnya di muara Sungai Kuin, Banjarmasin. Disebut pasar terapung karena semua penjualnya menjajakan dagangannya di atas sebuah jukung (perahu kecil berkayuh). Aktivitas di pasar ini berlangsung dari selepas shalat subuh hingga pukul tujuh pagi.
Menurutku, keberadaan pasar terapung Kuin semakin hari semakin memprihatinkan. Selain karena kalah bersaing dengan pasar yang ada di darat, generasi penerusnya pun sepertinya tidak banyak yang melanjutkan profesi sebagai pedagang di pasar terapung ini hingga lama-lama ketenarannya kalah dengan pasar terapung yang ada di Lok Baintan (Kabupaten Banjar) juga pasar terapung di Siring Tendean (setiap sabtu sore-minggu siang).

Pulau Kaget
Secara astronomis, Pulau Kaget terletak di 116o30’19” BT – 03o24’55” dan merupakan bagian dari Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala. Pulau Kaget merupakan sebuah delta yang terbentuk dari endapan lumpur di muara Sungai Barito. Lambat laun, endapan yang akhirnya membentuk daratan ini ditumbuhi pepohonan yang cocok untuk habitat berbagai macam hewan seperti bekantan (Nasalis larvatus, maskot fauna Provinsi Kalimantan Selatan), lutung, elang laut perut putih, elang bondol, dan raja udang biru.
Kehidupan bekantan dan berbagai spesies kera didukung oleh didominasi pohon rambai yang buah dan daunnya menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan tersebut. Untuk menjaga kelestariannya, kawasan Pulau Kaget ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 788/Kptsum11/1976dengan luas 85 Ha. Meski demikian, keberadaan bekantan dan hewan lainnya di pulau ini semakin memprihatinkan akibat aktivitas penebangan pohon dan pembukaan lahan untuk pertanian.

Pulau Kembang
Secara astronomis, Pulau Kembang terletak di 114o39’39” BT – 03o18’23” dan merupakan bagian dari Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala. Pulau Kembang terkenal sebagai pulau di Kalimantan Selatan yang dihuni oleh ratusan monyet. Jadi, jangan kaget jika pengunjung yang datang ke pulau ini akan disambut oleh puluhan monyet, bahkan kadang sebelum kelotok merapat di dermaga.
Pulau Kembang terletak tidak jauh dari lokasi pasar terapung muara kuin. Pulau yang telah dibuka untuk umum sejak tahun 1980-an ini merupakan hutan wisata alam di bawah seksi konservasi wilayah II Banjarbaru yang dijadikan resor taman wisata alam di bawah Departemen Kehutanan. Luas Pulau Kembang sekitar 80 Ha, tersusun dari ekosistem mangrove dan pesisir yang ditumbuhi pohon bakau, rambai, jingah, dan merak.
Keberlangsungan konservasi Pulau Kembang terusik dengan kebiasaan kapal tongkang yang dengan sengaja menabrakkan kapalnya ke daratan pulau untuk menambatkannya. Hal ini bukan saja merusak pulau, tapi juga mengganggu ketenangan habitat satwa untuk berkembang biak.


Bukit Batas, Riam Kanan (3 September 2014)

Bukit Batas Riam Kanan
Bukit Batas terletak di Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar. Dari Kota Banjarmasin bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat dan dua sekitar 1,5 jam perjalanan ke arah Kota Banjarbaru. Sampai di bundaran Banjarbaru, ambil arah ke SPN kemudian ikuti saja jalan rayanya sampai akhir karena ujung jalannya berada di dermaga penyeberangan menuju desa-desa yang tersebar di sekitar waduk.
Sewaktu berkunjung kesini, Bukit Batas belum banyak dikenal orang. Kami juga masih trekking di jalur lama yang waktu tempuh ke puncak sekitar 2 jam. Saat itu kami ditemani Amang Otto, supir kelotok sekaligus pemandu kami menuju puncak Bukit Batas. Meski saat itu beliau sempat sangsi mengajak kami (ibu-ibu guru rempong) trekking ke puncak, dengan penuh peluh dan kaki pegal, MGMP Geografi Kota Banjarmasin sukses sampai puncak :D
Puncak Bukit Batas merupakan salah satu titik untuk menikmati keindahan bendungan Riam Kanan yang terbentang dengan luas sekitar 8.000 Ha. Tak lama setelah kunjungan kami, Bukit Batas menjadi obyek yang ramai dikunjungi, terutama untuk kegiatan berkemah.




jalur menuju puncak Bukit Batas 


Gua-gua Karst Batu Hapu (27 Januari 2016)

Ini adalah fieldtrip MGMP Geografi Kota Banjarmasin yang terbaru. Kegiatannya berupa caving dan berkunjung ke gua wisata di Desa Batu Hapu, Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin.
Desa Batu Hapu merupakan desa swasembada dengan luas wilayah sekitar 20,57 km2 atau 16,59% dari luas wilayah Kecamatan Hatungun. Penduduk Desa Batu Hapu berjumlah 1.795 jiwa atau sekitar 87 jiwa/km2. Desa Batu Hapu memiliki topografi bergelombang dan memiliki bukit-bukit karst yang ditutupi vegetasi.
Pada bukit-bukit karst di Desa Batu Hapu dapat dijumpai beberapa gua. Gua-gua tersebut ada yang berupa gua kering, berair (di dalamnya terdapat aliran sungai), gua fosil, juga gua dengan karstifikasi yang masih berlangsung. Gua-gua ini dimanfaatkan oleh warga sekitar, baik sebagai sumber air, gua wisata, maupun mata pencaharian.
Sebagai bagian dari kawasan karst, gua dapat dijadikan sarana untuk mempelajari karst secara umum dan speleologi (ilmu yang mempelajari gua dan lingkungannya) secara khusus dalam kaitannya dengan berbagai fenomena geosfer dalam pembelajaran geografi. Gua Batu Hapu dipilih karena memiliki kemudahan akses, memiliki banyak gua karst, dan terdapat sebuah gua yang telah dijadikan pemerintah Kabupaten sebagai obyek wisata sehingga cocok sebagai lokasi pembelajaran bagi yang ingin mengenal gua tanpa harus memiliki kemampuan khusus dalam kegiatan susur gua.

Gua Wisata Batu Hapu
Gua Batu Hapu berada pada koordinat S 3o07’37,6” E 115o10’30,2” dengan ketinggian 71 mdpl. Gua ini berjarak 154 km dari Kota Banjarmasin, 43 km dari Kota Rantau (ibukota Kabupaten Tapin), atau sekitar 12 km dari pasar Binuang.
Gua Batu Hapu merupakan gua yang indah dengan beberapa ruangan berukuran besar di dalamnya. Meski bau guano (kotoran kelelawar) masih tercium akibat dihuni kelelawar, gua ini tidak terlalu gelap karena lorongnya tidak terlalu panjang dan memiliki banyak mulut gua sebagai pintu masuk. Pada langit-langit gua di salah satu ruangannya juga terdapat lubang yang besar (doline/luweng) sehingga sinar matahari dapat masuk dan menjadi sumber penerangan bagi isi gua. Terdapat banyak speleoterm di berbagai sisi gua berupa stalagtit, stalagmit, kolum, gorden, dan flowstone.

Susur Gua (Caving)
Kegiatan susur gua dilakukan di bukit karst yang lokasinya berada di areal pekarangan belakang rumah warga. Terdapat dua mulut gua kecil di kaki bukit karst tersebut. Satu dialiri air (sungai bawah tanah) dan yang satunya tidak dialiri air. Susur gua dilakukan pada gua yang tidak dialiri air. Bau guano tercium cukup menyengat di mulut gua. Mengingat kondisi gua yang lembab, gelap total, dan berlangit-langit rendah, demi keselamatan, selain peserta field trip ditemani oleh leader (pemandu) berpengalaman juga diharuskan menggunakan perlengkapan susur gua berupa helm dan head lamp. Karena lorongnya yang semakin kecil, penyusuran tidak dilakukan hingga ke ujung gua. Susur gua dimulai dan diakhiri dari mulut gua yang sama.
Proses karstifikasi masih berlangsung di gua ini. Terdapat banyak speleoterm di berbagai sisi gua berupa stalagtit, stalagmit, kolum, gorden, draperi, dan flowstone. Selain kelelawar, saat susur gua juga ditemui biota gua lainnya yaitu laba-laba dan jangkrik berukuran besar. Kondisi gua ini masih cukup terjaga karena gua ini bukan gua wisata. Selain penduduk sekitar, tidak banyak yang mengetahui keberadaan gua ini. Lorong gua yang panjang, gelap total, sempit, dan kecil pun membuat gua ini harus ditelusuri menggunakan perlengkapan keselamatan susur gua agar terhindar hal-hal yang tidak diinginkan.


Atas terlaksananya kegiatan field trip MGMP Geografi Kota Banjarmasin di Desa Batu Hapu dengan lancar, maka kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1.     Mapala STIENAS Banjarmasin yang telah menjadi leader (pemandu) kegiatan ini.
2.   Mapala Meratus IAIN Antasari, Mapala Politeknik Negeri Kota Banjarmasin, dan kawan-kawan yang telah bersedia meminjamkan perlengkapan susur gua.
3.    Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kelancaran field trip ini.

makan siang di rumah mbah
Semoga MGMP Geografi Kota Banjarmasin dapat kembali melaksanakan kegiatan seperti ini untuk menambah wawasan dan pengalaman para guru demi menunjang pembelajaran di dalam kelas.



Amelia, Farina. 2015. Belajar Speleologi di Gua Wisata Batu Hapu. (online, 9 Januari 2016, http://aluhlangkar.blogspot.co.id/2015/10/s3-o-07376-e115-o-o10302-ketinggian71.html?m=1).
BPS Kabupaten Tapin. 2015. Kecamatan Hatungun Dalam Angka 2015. (online, 9 Januari 2016, http://www.tapinkab.bps.go.id).
Indonesian Speleological Society. Gua Perlu Dilindungi. (Online, 9 Januari 2016, http://caves.or.id)
Setiawan, Pindi. 2015. Inventarisasi Batu Gamping dan Karst Kalimantan. Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Balikpapan.
Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Ensiklopedia Populer Pulau-pulau Kecil Nusantara: Kalimantan Selatan - Antara Laut Jawa dan Selat Makassar. Kompas. Jakarta.