Monday, May 16, 2016

Eksotisme Pulau Sembilan, Kotabaru (part 3)

Perjalanan kami di Kecamatan Pulau Sembilan belum berakhir. Masih ada pulau-pulau yang ingin kami datangi sebelum kembali ke Banjarmasin. Belum juga pulang, perjalanan ini sudah memberikan “oleh-oleh” yang amat berkesan bagi kami. Wajah yang hitam eksotis akibat terbakar matahari saat berjemur di pantai Pulau Pamalikan. :p
Sebelum membaca part 3 ini, yang belum baca part 1 dan 2 silakan dibaca dulu agar dapat mengikuti kisahku dengan komplit. :D


Sabtu, 7 Mei 2016
Kembali ke Pulau Marabatuan

Pulau Marabatuan difoto dari Pulau Payungpayungan
Selain merepotkan Timor, ternyata malam itu kami juga membangunkan bapak dan ibu kost-nya yang mendengar suara orang mandi di kamar mandi bersama di bagian belakang rumah. Kami ber-11 yang saat itu “mengungsi” ke kost Timor memang sedang antri mandi, tengah malam, tanpa kembang! Alhamdulillah, beliau tidak keberatan dengan kedatangan kami bahkan meminjamkan banyak bantal agar kami bisa tidur dengan nyaman malam itu. Aku yang antri paling akhir tertidur tanpa sempat mandi karena kelelahan. Jadi, aku baru mandi pada pagi hari.
Kost Timor cukup unik. Rumah bagian atas menjadi tempat tinggal Pak Haji Sindang, pemilik kost, dan keluarganya. Rumah bagian bawah dibagi menjadi tiga, salah satunya rumah kost Timor. Kusebut rumah karena kost ini terdiri dari satu kamar, dapur, dan ruang tamu. Kalau istilah orang Banjar kost seperti ini disebut bedakan. Kontur pulau yang tidak rata menjadikan pemukiman di pulau ini dibangun mengikuti garis kontur sehingga ada rumah yang berada di bagian atas, tengah, dan bawah pulau. Model rumahnya juga bertiang tinggi khas suku Bugis dan Mandar yang memang menjadi penduduk mayoritas di pulau-pulau berpenghuni di Kecamatan Pulau Sembilan.
Sekitar pukul 7 pagi, setelah pamit dan mengucapkan terima kasih pada Timor, Pak Haji Sindang, dan istri beliau, kami kembali ke dermaga. Tidak jauh dari dermaga ada warung nasi kuning. Kawan-kawan yang tadi malam tidur di kapal telah lebih dahulu berada di sana untuk sarapan. Syukurlah sebagian dari kami tidur di daratan (meski sebenarnya akan jauh lebih baik kalau semuanya tidur di daratan) karena tadi malam angin kencang dan gelombang tinggi disertai hujan yang turun dengan lebat. Jika tidak, akan sulit bagi kami untuk berbagi tempat di kapal.

berfoto bersama masyarakat P. Marabatuan di dermaga
Setelah sarapan, kami bersantai di dermaga. Aku merebahkan badanku menghadap ke perairan untuk melihat berbagai macam jenis ikan yang hilir mudik. Kami juga memanfaatkan kesempatan ini untuk berfoto bersama para penduduk yang bersantai di dermaga. Interaksi dengan penduduk lokal memang hal yang menyenangkan saat berkunjung ke suatu daerah. Dari mereka lah kita akan mendapat beragam kisah dan informasi tentang kondisi daerah tersebut.
Cuaca cerah, laut tenang. Perjalanan kami dilanjutkan. Kali ini tujuannya adalah Pulau Payungpayungan.
Melanjutkan perjalanan ke Pulau Payungpayungan

Pulau Payungpayungan


disebut Pulau Payungpayungan karena bentuknya seperti payung 
P. Payungpayungan
Paket komplit! Kata ini cocok disematkan pada Pulau Payungpayungan yang tidak hanya memiliki perairan jernih bergradasi biru-hijau, tapi juga pantai berpasir putih diselingi batu-batu besar, terumbu karang yang beraneka ragam, serta berbagai biota laut seperti bintang laut, bulu babi, dan berbagai jenis ikan. Namun, lagi-lagi ukuran kapal kami tidak memungkinkan untuk merapat ke pantai. Kami singgah di bagian utara pulau. Jangkar diturunkan di bagian yang lebih dalam dan tidak ditumbuhi terumbu karang.
Untuk mencapai pulau harus ditempuh dengan berenang. Karena cukup jauh, mayoritas dari kami hanya snorkeling di sekitar kapal. Dengan kemampuan berenang seperti yang sudah aku ceritakan, meskipun ingin namun aku memilih untuk snorkeling di sekitar kapal saja.
Penamaan Payungpayungan berasal dari bentuk pulau yang menyerupai payung. Terdapat mercusuar di bagian puncak pulau. Pulau ini menjadi lokasi favorit penduduk lokal untuk berwisata, apalagi lokasinya memang dekat dengan Pulau Marabatuan. Pulau ini dapat didatangi dari Pulau Marabatuan menggunakan kelotok (perahu bermotor). Ukuran kelotok yang tentunya jauh lebih kecil dari kapal nelayan yang kami tumpangi memungkinkannya untuk merapat ke pantai.

underwater P. Payungpayungan
underwater P. Payungpayungan
underwater P. Payungpayungan
Selain Pulau Payungpayungan, posisi kapal kami juga menghadap ke Pulau Anak Payungpayungan dan Pulau Batu Tengah yang letaknya persis bersebelahan dengan Pulau Payungpayungan. Teman-teman yang berenang ke daratan mengabadikan keindahan kedua pulau kecil ini. Hasilnya bikin gigit jari karena cantik banget! Airnya yang dangkal dan jernih membuat seolah-olah sedang berada di kolam alami. Batu-batu berukuran besar ditumbuhi beringin laut menambah pesona keindahan pulau kecil ini.

P. Anak Payungpayungan yang persis bersebelahan dengan P. Payungpayungan
Pulau Anak Payungpayungan
Sambil menunggu teman-teman yang berenang ke darat dan ABK yang juga berenang ke darat untuk memetikkan buah kelapa, kami mendapat kejutan yang sungguh tidak disangka. Dua rombongan lumba-lumba melintas tak jauh dari kapal. Tiap rombongan lumba-lumba tersebut mungkin berjumlah 5-7 ekor. Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding yang kami lihat saat menuju Pulau Kalambau.

bonus perjalanan kami, bertemu dengan kawanan lumba-lumba bermigrasi
foto underwater ala-ala berburu putra duyung sebelum melanjutkan perjalanan

Pulau Danauwan

Pulau Danauwan
Sebelum kembali ke Pagatan, kami singgah sebentar di Pulau Danauwan. Pulau ini hanya dihuni oleh penjaga pulau dan merupakan tempat persinggahan penyu untuk bertelur. Karena sudah lelah, hanya Atie yang bercebur untuk snorkeling. Mas Eko, Fathur, Fadhil, bersama kapten kapal dan ABK-nya berenang ke darat untuk bertemu penjaga pulau dan melihat kondisi lokasi peneluran penyu.
Sepenglihatan kami, terumbu karang di perairan ini kurang beragam dan jarang. Pantainya berpasir putih dan jernih. Tiba-tiba Atie berenang cukup cepat. Kami sampai heran hingga akhirnya dia bilang telah melihat hiu yang berukuran cukup besar. Mendengar hal tersebut tentu membuat kami semakin enggan untuk bercebur.
Sebagai pulau konservasi, semoga saja kepentingan ekologi tidak dikalahkan oleh kepentingan ekonomi mengingat pulau seluas 43 ha ini memiliki potensi pasir besi. Jika ingin berkunjung ke Pulau Denawan, bisa ditempuh dengan kelotok karena lokasinya berada tidak jauh dari Pulau Marabatuan.
Sebenarnya ada 2 pulau lagi yang ingin kami kunjungi, yaitu Birahbirahan dan Pandangpandangan yang pada perjalanan kami setahun yang lalu juga tidak dapat didatangi akibat kondisi gelombang laut yang tidak mendukung. Karena lokasinya yang jauh dari wilayah Pulau Sembilan dan keterbatasan waktu yang kami miliki, kedua pulau ini dihapus dari daftar pulau yang akan dikunjungi pada perjalanan kali ini.
Dari Pulau Danauwan, sebelum kembali ke Kota Pagatan kapal singgah sebentar di Pulau Kunyit untuk menambah persediaan air tawar yang menipis. Pulau Kunyit dan Teluk Tamiyang merupakan destinasi perjalananku bersama kawan-kawan South Borneo Travellers tahun lalu. Malam semakin larut, kapal bergerak santai untuk kembali merapat ke Pulau Kalimantan. Karena sudah kelaparan, para chef SBTers selama perjalanan ini kembali beraksi menyiapkan makan malam untuk kami semua.

Minggu, 8 Mei 2016
Pagatan

Saat aku terbangun, kapal sudah merapat di dermaga Pagatan. Saat itu waktu menunjukkan pukul 4 pagi. Bang Ferdy memintaku mengangkut barang bawaan karena setelah ini kami akan beristirahat dan mandi di kediaman Bang Eko sambil menunggu taksi colt yang telah disewa untuk mengantar jemput kami di perjalanan ini.
Paginya kami jalan-jalan di sekitar kediaman Bang Eko yang tak jauh dari pantai. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk sarapan. Tengah hari, taksi colt sampai di Pagatan untuk menjemput kami. Meski sempat diwarnai insiden pecah ban salah satu taksi colt dan kami sempat dituduh tidak bayar saat makan siang (di waktu sore) di warung yang tarif harga makanannya pun tidak jelas, kami semua sampai di kediaman masing-masing dengan selamat.
Perjalanan kali ini bagiku amat berkesan. Berkunjung ke pulau terpencil di selatan Kalimantan, bersilaturahim dengan para penduduk dan menikmati keindahan alam yang disajikannya menjadikan perjalanan 4 hari di kapal ini menjadi kisah yang begitu berwarna. Tak peduli hujan, badai, lelah, lapar, susah, senang, bahkan wajah gosong akibat berjemur di pantai semua dilewati bersama SBTers dengan penuh drama, seperti biasanya. :D

Pulau-pulau kecil di Kabupaten Kotabaru memang menarik untuk digali potensinya, baik untuk wisata, konservasi, dan edukasi. Perjalanan beberapa hari saja tidak akan cukup untuk mengeksplorasi pulau-pulau kecil yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Kotabaru yang diapit Pulau Kalimantan, Pulau Laut sebagai pulau utama, Laut Jawa, dan Selat Makassar. Semoga potensi ini menjadi perhatian banyak kalangan dan pesonanya selain akan semakin dikenal juga semakin terjaga kelestariannya.

Bagi yang ingin tahu budget kami explore Pulau Sembilan, kami ber-25 sharing cost sebesar Rp 750.000/orang. Biaya itu meliputi sewa taksi colt PP (Banjarmasin-Pagatan), sewa kapal nelayan (Pagatan-Pulau Sembilan), logistik, dan hal-hal tidak terduga seperti bayar kelotok saat kapal tidak dapat merapat ke pulau karena perairannya terlalu dangkal. Untuk peralatan snorkeling, kami yang tidak punya peralatannya sewa pada Bang Ferdy.



SBTers Explore Pulau Sembilan:
Leader dan penyedia perlengkapan snorkeling: Ferdy Aditya (sagita84).
Tim di Dapur, tanpa mereka apalah kami: Stefanus Geslauw (stevengeslauw), Dwi (dwiputri_02), Aulia Meong (auliahasa), Dayat (dayatborneo5).
Deddy Rifaini (deddyrifaini), Adi (adimurdani), Eko Prio Raharjo dan istri, Atie (diyank_atie), Alfian (al_sky), Hafiz (hafizbiru), Lesnie (lesniehartika), Dewi (dewia.ha), Farina (fa_amelia), Fathur (fathur.forester), Zacky (zackichoi), Ayu (sriwahyun11), Faisal, Arif, Ryan (daunhijau__), Azmi, Sintya, Fadhil (f.ausat), Alvin (alvinnulyakin).


Big Thanks to:
Hananto Timor Perdana yang bersedia menjadi host dadakan kami di Pulau Marabatuan, masyarakat Pulau Marabatuan, Pulau Matasirih, dan penjaga Pulau Denawan yang telah menyambut kami dengan ramah.

Dokumentasi cerita ini berasal dari dokumentasi pribadiku dan SBTers Explore Pulau Sembilan.


Bahan bacaan:
Kompas. 2015. Ensiklopedia Populer Pulau-pulau Kecil Nusantara: Kalimantan Selatan Antara Laut Jawa dan Selat Makassar. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
KSK Pulau Sembilan. 2015. Pulau Sembilan Dalam Angka 2015. Kotabaru: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotabaru.

Eksotisme Pulau Sembilan, Kotabaru (part 2)

Pada artikel sebelumnya (Eksotisme PulauSembilan, part 1), aku menceritakan tentang perjalanan kami dari Banjarmasin hingga ke Pulau Kalambau. Tujuan perjalanan ini memang dari pulau terjauh dulu baru dilanjutkan ke pulau-pulau lainnya menuju arah pulang.

Jum’at, 6 Mei 2016
Pulau Matasirih
115o48’49” BT – 04o47’57” LS


Alhamdulillah dua hari perjalan kami di Pulau Sembilan cuaca bersahabat sehingga meskipun kami tidur di kapal tidak perlu kuatir kena tampias hujan ataupun angin kencang. Jangkar telah diturunkan di tepi perairan Pulau Matasirih. Meski ditawari tidur di salah satu kerabat kapten kapal, kami semua memilih untuk tetap tidur di kapal. Cerita tentang gigitan nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria teramat ampuh mengisi pikiran kami yang sebenarnya sudah meminum obat malaria sebagai pencegahan seminggu sebelum keberangkatan.
Aku tidur di ayunan (hammock) bersama beberapa lainnya. Ada yang tidur di geladak kapal, dek, atap, kami tidur di bagian kapal manapun yang bisa direbahi karena kapal ini memang bukan kapal pesiar yang memiliki tempat nyaman untuk rebahan. Hammock, kantung tidur, matras, selimut, sarung, bantal tiup, jaket, menjadi perlengkapan kami untuk beristirahat selama perjalanan.


beginilah posisi kami kalau tidur
beginilah suasana kami kalau makan :D
Paginya, beberapa dari kami, termasuk aku, menjejakkan kaki di Pulau Matasirih. Mas Eko yang merupakan penyuluh perikanan ingin mengetahui lebih banyak tentang kondisi nelayan yang ada di wilayah Matasirih. Kami singgah di salah satu rumah warga untuk bersilaturahim. Alhamdulillah kami disambut dengan hangat oleh penduduk setempat. Kami juga memanfaatkan kesempatan ini untuk membagikan coklat lolipop kepada anak-anak yang kami temui.


menggunakan kapal kecil untuk merapat
Berfoto bersama penduduk P. Matasirih
Saat berkunjung ke kantor Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Teluk Sungai, selain berbincang dengan Pak Muhammad Amin, Kepala Dusun 4, Desa Teluk Sungai, satu persatu dari kami mengantri untuk membersihkan diri. Maklum, di kapal persediaan air tawar terbatas. Sehabis bercebur di laut, kami hanya membersihkan diri seadanya dengan air tawar. Oleh karenanya, setiap menginjak daratan yang memiliki fasilitas MCK yang bersih dan nyaman, kesempatan untuk menggunakan fasilitas tersebut tentu tidak akan dilewatkan begitu saja. :D
bangunan SMP di P. Matasirih
Pulau Matasirih terdiri dari dua desa, yaitu Desa Teluk Sungai dan Desa Labuan Barat. Desa Teluk Sungai berpenduduk 1.009 jiwa dengan luas wilayah 1,37 km2, sedangkan Desa Labuan Barat berpenduduk 633 jiwa dengan luas wilayah 1,62 km2. Untuk fasilitas pendidikan, di tiap desa terdapat TK dan SD, sedangkan SMP hanya ada satu yang terdapat di Desa Teluk Sungai. Jika ingin melanjutkan ke jenjang SMA, SMA terdekat ada di Pulau Marabatuan sebagai satu-satunya SMA di Kecamatan Pulau Sembilan. Untuk fasilitas kesehatan terdapat dua buah puskesmas pembantu yang terletak di masing-masing desa.
Jarak yang jauh (bahkan dari ibukota kecamatan sekalipun) ditambah ketiadaan jaringan telekomunikasi membuat pulau ini sulit melakukan kontak dengan wilayah sekitar. Meskipun sudah dijanjikan akan dibangun tower pemancar telekomunikasi, sampai saat ini hal tersebut belum terealisasi.
“Terasa itu ketika kami memerlukan perawatan medis. Untuk menjemput tenaga medis selain jauh juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Seandainya ada jaringan telepon, kami lebih mudah memanggilnya sehingga tidak perlu bolak-balik ke Marabatuan untuk menjemput. Untuk kasus malaria, meski masih terjadi namun angka korbannya sudah  jauh berkurang,” begitu penjelasan dari Bapak Muhammad Amin.


Pulau Pamalikan
kehujanan diperjalanan menuju P. Pamalikan
Kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Pamalikan yang berada di timur laut, tidak jauh dari Pulau Matasirih. Sempat diterpa hujan lebat, alhamdulillah sesampainya disana cuaca kembali menjadi cerah. Pasir putihnya seakan melambai-lambai pada kami untuk segera didatangi. Jangkar diturunkan di sisi barat pulau. Karena badan kapal cukup besar dan semakin mendekati pantai kedalaman air semakin dangkal, untuk mencapai pantai kami harus berenang. Barang-barang untuk bersantai di pantai kami bawa menggunakan dry bag dan perahu karet kecil.
Subhanallah… pantainya cantik banget! Airnya pun sangat jernih. Lokasinya yang terpencil membuat kami serasa berada di pulau pribadi. Terdapat mercusuar dan sebuah pondok yang digunakan penjaga pulau ini untuk bermalam. Pulau ini merupakan tempat singgah penyu untuk bertelur. Oleh karena itu, keberadaan penjaga pulau memang diperlukan agar telur-telur yang ditimbun penyu di pantai ini tidak dicuri kemudian dijual oleh oknum tidak bertanggung jawab. Karena kami datang pada siang hari, tentunya sudah tidak ada lagi penyu yang bertelur di pantai saat itu.

Pulau Pamalikan ini kece banget untuk foto-foto
serunya berjemur di Pantai Pulau Pamalikan sampai muka gosong :p
duyung hijaber ala P. Pamalikan :p
Kami menghabiskan banyak waktu di Pulau Pamalikan yang menghadap ke Pulau Matasirih. Snorkeling, berfoto, juga mengobrol sambil berteduh di pepohonan. Tidak ada air tawar di pulau ini sehingga bukan tempat yang nyaman untuk berkemah. Lagipula kehadiran manusia akan mengusik para penyu yang singgah untuk bertelur. Meski menghayalkan membangun villa atau resort ditempat ini, hal itu hanya jadi khayalan kami di bawah terik sinar mentari yang sukses membuat kulit kami hitam terbakar.
Terumbu karang di pulau ini tidak terlalu bagus. Perairan di sisi lain pulau ditumbuhi padang lamun yang merupakan makanan penyu. Sebelum kembali ke kapal, kami mendapat “bonus” tak terduga di pantai ini. Baby shark! Untung bayi hiu. Andai yang kami lihat itu hiu remaja atau induknya, mungkin bakal pucat pasi dan semua segera naik kapal untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.

South Borneo Traveller di Pulau Pamalikan


Kembali ke Pulau Matasirih

Kami kembali ke Pulau Matasirih namun menurunkan jangkar di sisi yang berbeda dengan sebelumnya meski masih dalam kawasan Desa Teluk Tengah. Kali ini tujuannya untuk mengeksplorasi keindahan bawah laut Pulau Matasirih. Jangkar dilepas di daerah teluk yang berada di daerah utara pulau. Karena berada di teluk, arus di perairan ini cukup tenang. Kedalamannya pun beragam dari 1,5 – 8 meter, mulai datar dan berlereng dengan terumbu karang yang beraneka ragam, serta berbagai biota laut seperti bintang laut, bulu babi, dan berbagai jenis ikan. Bang Eko dan Bang Ferdy diving agar bisa mengeksplor lebih banyak kondisi perairan Pulau Matasirih.

underwater P. Matasirih
underwater P. Matasirih
underwater P. Matasirih
underwater P. Matasirih
underwater P. Matasirih
underwater P. Matasirih
terumbu karang di perairan Matasirih
sayang banget kalau tidak ikut snorkeling disini
Ikan yang paling ingin kami lihat di perairan ini adalah nemo avatar. Sayang, saat itu aku tidak menemukannya. Kemampuan snorkelingku yang pas-pasan membuatku tak leluasa bergerak kesana-kemari. Namun, aku amat menikmati pesona keindahan bawah laut Pulau Matasirih. Diantara pulau-pulau yang kami kunjungi di Pulau Sembilan, perairan Pulau Matasirih lah yang paling indah, rapat, dan beranekaragam. Bahkan, menurut kawan-kawan yang sudah pernah kesini, kondisi terumbu karang di perairan ini jauh lebih bagus dan beragam dibanding dua tahun lalu. Ini menunjukkan kondisi perairan di Pulau Matasirih amat terjaga dan sehat sehingga terumbu karang dapat tumbuh dengan cepat dan sehat.
anak nelayan P. Matasirih
Karena kehabisan air tawar, sebelum kembali ke Pulau Marabatuan kami merapat di dermaga yang berada tak jauh dari spot kami snorkeling. Dermaga ini ditinggalkan sebelum pembangunannya selesai, entah mengapa. Padahal, dermaga ini dapat digunakan untuk menyandarkan kapal berukuran besar sehingga tidak perlu lagi pindah ke perahu kecil untuk mencapai daratan Pulau Marabatuan.
Terdapat perkampungan yang ditinggalkan penduduk di bagian pulau ini. Karena tidak ada satu warga pun yang kami temui disana, hal tersebut cukup menjadi tanda tanya bagi. Kami sendiri lebih memilih menikmati sore itu dengan bersantai dan berfoto-foto di dermaga sambil menunggu kapten kapal, ABK, dan beberapa kawan yang ikut ke perkampungan untuk mencari air tawar. Kami lagi-lagi berkhayal. Seandainya kemarin kapal merapat di dermaga ini atau terdapat penginapan di bagian pulau ini, tak perlu jauh-jauh untuk bercebur ke spot snorkeling yang menyajikan pesona bawah laut yang keindahannya tidak kalah dengan bawah laut perairan laut lainnya di Indonesia. Dari dermaga ini kita bisa menyaksikan pemukiman penduduk Pulau Matasirih yang berada di sekitar teluk, Pulau Kunyit Matasirih, dan Pulau Pamalikan. Pemandangan yang amat indah dan menenangkan.

berfoto di dermaga P. Matasirih yang menghadap teluk
Sebelum gelap, kapal angkat jangkar dan bergerak kembali ke Pulau Marabatuan yang memakan waktu setidaknya 4 jam. Stamina sudah mulai menurun. Beberapa teman ada yang mabuk laut karena gelombang kala itu cukup tinggi dan angin bertiup cukup kencang. Langit pun terlihat mendung dan terlihat kilatan petir di kejauhan. Jangan hujan. Begitu harapan kami kala itu. Alhamdulillah, hujan tidak turun hingga kami sampai di Pulau Marabatuan. Namun, karena muka air laut saat itu sedang surut kapal tidak bisa merapat ke dermaga. Akhirnya diputuskan, sebagian pergi ke daratan untuk bermalam disana, sebagian tetap tinggal di kapal hingga besok pagi. Malam itu kami menginap di kost-nya Timor, temanku yang menjadi guru geografi di SMAN 1 Pulau Sembilan. Beruntung, malam itu sebagian tidur di daratan. Seandainya semua tidur di kapal, entah bagaimana kami besok harinya. Malam itu angin bertiup kencang dan hujan turun dengan lebat.


Cerita selanjutnya....

Friday, May 13, 2016

Eksotisme Pulau Sembilan, Kotabaru (part 1)

Pulau Sembilan merupakan nama sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kecamatan Pulau Sembilan terdiri dari banyak pulau kecil, antara lain Marabatuan sebagai ibukota kecamatan, Danauwan, Payungpayungan, Sarang, Maradapan, Matasirih, Janda, Pamalikan, dan Kalambau. Pulau-pulau ini ada yang berpenghuni, ada pula yang tidak atau hanya menjadi persinggahan para penduduk yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan ketika menangkap ikan.
Pada tanggal 4–8 Mei 2016 tadi, saat libur akhir pekan yang cukup panjang dan kondisi laut sedang teduh, ber-25 dengan kawan-kawan yang tergabung di komunitas South Borneo Travellers dan admin @visitkalsel, kami melakukan perjalanan untuk mengeksplorasi keindahan beberapa pulau yang ada di Pulau Sembilan. Bagi beberapa kawan seperti bang Ferdy, bang Deddy, bang Eko, Atie, Faisal, Arif, dan Dwi, perjalanan ke Pulau Sembilan ini bukan yang pertama. Dua tahun lalu, bersama SBTers* lainnya, mereka sudah mengunjungi beberapa diantaranya.
Rasa penasaran untuk bertandang ke Pulau Kalambau yang menjadi pulau paling selatan di wilayah Kalimantan serta keindahan pantai dan bawah lautnya lah yang membuat mereka ingin kembali ke Pulau Sembilan. Lokasinya yang jauh dan terpencil memang menjadikan pulau-pulau di Kecamatan Pulau Sembilan jarang didatangi untuk kegiatan wisata. Oleh karena itu, perjalanan ke Pulau Sembilan harus direncanakan sebaik mungkin agar tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.
Karena ceritanya cukup panjang, aku akan membagi ceritaku ini dalam 3 bagian. selamat membaca... :)  
*SBTers = sebutan kami untuk para suhu dan anggota South Borneo Travellers

Rabu, 4 Mei 2016

Menggunakan taksi colt yang sudah kami pesan beberapa hari sebelumnya, kami berangkat dari Banjarmasin sekitar pukul 12 siang menuju dermaga Pagatan. Sampai disana, sambil memindahkan barang ke kapal nelayan yang juga sudah kami pesan jauh-jauh hari, kami melaporkan keberangkatan kami ke Kantor Unit Pengelola Pelabuhan Tanah Bumbu yang berada di dermaga. Hal ini dilakukan untuk memudahkan koordinasi apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama kami melakukan perjalanan.
kapal nelayan yang kami sewa dalam SBTers explore Pulau Sembilan
Perjalanan dari dermaga Pagatan sekitar pukul 10 malam. Tujuan pertama kami adalah Pulau Kalambau yang merupakan pulau paling selatan di wilayah Kalimantan. Namun, di perjalanan nanti kami akan singgah di Pulau Marabatuan untuk menjemput seorang teman yang sudah terlebih dahulu pergi kesana.

Kamis, 5 Mei 2016
Pulau Marabatuan
115o48’15” BT – 04o22’06” LS

Kami sampai di Marabatuan sekitar pukul 7 pagi. Perahu merapat di dermaga dan kami pun menjejakkan kami di pulau utama yang ada di Kecamatan Pulau Sembilan. Terdapat dua desa di pulau ini, Desa Tengah dan Desa Tanjung Nyiur. Desa Tengah berpenduduk 1.371 jiwa dengan luas wilayah 0,40 km2, sedangkan Desa Tanjung Nyiur berpenduduk 2.019 jiwa dengan luas wilayah 0,56 km2. Sebagai ibukota kecamatan, Pulau Marabatuan memang ramai. Sarana pendidikan sudah tersedia dari jenjang TK sampai SMA. Fasilitas lainnya, untuk kesehatan terdapat satu puskesmas dan dua polindes. Untuk sarana penerangan menggunakan PLTD yang dikelola secara profesional oleh PT PLN sejak tahun 1995 meski hanya dapat dinikmati mulai dari pukul 6 sore hingga 6 pagi. Terdapat juga dua tower provider jaringan telepon selular yang sangat membantu komunikasi penduduk di pulau ini meski sinyalnya naik turun. Seminggu sekali ada kapal perintis yang singgah dan inilah satu-satunya transportasi umum yang dapat digunakan penduduk untuk bermobilisasi dari dan ke Pulau Laut (Kotabaru).

pagi di dermaga Pulau Marabatuan
buku bacaan untuk rumah baca di P. Marabatuan
Kesempatan menjejakkan kami di Pulau Marabatuan kumanfaatkan untuk bertemu Timor, temanku yang mengajar di satu-satunya SMA yang berada di Kecamatan Pulau Sembilan. Sebelum berangkat, dia minta dibawakan buku-buku bacaan untuk mengisi taman baca yang ada di Pulau Marabatuan. Alhamdulillah, donasi buku-buku bacaan yang dititip ke Coin a Chance! Banjarmasin masih cukup banyak sehingga permintaannya tak sulit untuk kuiyakan.
Matahari beranjak naik. Pukul 10 pagi kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Kalambau yang yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 6 jam.


Pulau Sarang

Pulau Sarang di kejauhan
Pulau Sarang merupakan salah satu pulau tidak berpenduduk di gugusan Pulau Marabatuan. Dinamakan Pulau Sarang karena di pulau ini terdapat sarang burung walet yang pintu masuknya hanya dapat diakses melalui celah di dasar perairan pulau.
Pulau Sarang adalah pulau berbatu dengan hamparan rerumputan dan beberapa pohon beringan laut di atasnya. Kami tidak singgah ke pulau ini. Hanya lewat, memandanginya dari kapal dalam perjalanan menuju Pulau Kalambau.



Pulau Kalambau
115o22’26” BT – 04o55’07” LS

sampai juga akhirnya di nusa ujung selatan Kalimantan
Pulau Kalambau merupakan pulau terdepan dari Kabupaten Kotabaru yang berbatasan dengan Laut Jawa. Pulau batuan karts dengan luas kurang lebih 700 ha ini berada sekitar 10 mil dari Pulau Matasirih dan 20 mil dari Pulau Marabatuan.
mengisi perjalanan panjang dengan main uno!
Kalambau berasal dari bahasa Mandar, yakni “kalam” yang berarti satu musim dalam kegiatan penangkapan ikan dan “bau” yang artinya ikan. Apabila digabungkan, “kalambau” memiliki arti sebagai satu persinggahan nelayan dalam mencari ikan. Di sekitar Pulau Kalambau terdapat tiga pulau kecil, yaitu Pulau Bahu, Pulau Batu Kecil, dan Pulau Batu Bendera yang umumnya adalah batu-batu besar yang menjulang ke permukaan laut.
Perjalanan dari Pulau Marabatuan ke Pulau Kalambau sekitar 6 jam. Lama dan bisa jadi membosankan apabila tidak bersama orang-orang yang memiliki rasa humor yang tinggi dan menyenangkan. Alhamdulillah, SBTers itu gokil dalam setiap kesempatan. hahaha....
Perahu kami yang berukuran cukup besar tidak dapat merapat ke pantai sehingga untuk mencapai daratan harus berenang terlebih dahulu. Namun, tujuan kami ke pulau ini memang tidak untuk mendarat. Perahu melempar jangkar di salah satu sisi pulau. Dari kapal, kami seperti mendengar adanya guguran air. Menurut kapten kapal dan ABK, di pulau itu memang terdapat air terjun kecil. Namun, rimbunnya semak belukar diselingi pepohonan, ditambah informasi bahwa Kalambau merupakan pulau endemik malaria membuat kami enggan untuk mendatanginya.


P. Kalambau, here we are...
Airnya yang biru tosca dan jernih ditambah belum mandi dari kemarin membuat kami tak sabar untuk menceburkan diri begitu jangkar diturunkan. Aku yang tidak bisa berenang pun tak mau ketinggalan. Menggunakan pelampung, aku ber-snorkeling untuk menikmati bawah laut perairan Pulau Kalambau. Terumbu karangnya tidak variatif dan jarang-jarang meski jenis ikannya cukup beragam. Namun, rasa penasaran kami pada nusa di ujung selatan Kalimantan ini terbayar. Kami dapat berbangga hati karena tidak banyak yang pernah berkunjung dan menikmati pesona Pulau Kalambau. Menjelang petang, kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Matasirih untuk beristirahat disana.

underwater P. Kalambau (photo by Ryan)


snorkeling di P. Kalambau (photo by Fathur)
cerita selanjutnya.....