Pada artikel sebelumnya
(Eksotisme PulauSembilan, part 1), aku menceritakan tentang perjalanan kami dari Banjarmasin
hingga ke Pulau Kalambau. Tujuan perjalanan ini memang dari pulau terjauh dulu
baru dilanjutkan ke pulau-pulau lainnya menuju arah pulang.
Jum’at, 6 Mei 2016
Pulau Matasirih
115o48’49” BT – 04o47’57” LS
Alhamdulillah dua hari perjalan kami di
Pulau Sembilan cuaca bersahabat sehingga meskipun kami tidur di kapal tidak
perlu kuatir kena tampias hujan ataupun angin kencang. Jangkar telah diturunkan
di tepi perairan Pulau Matasirih. Meski ditawari tidur di salah satu kerabat
kapten kapal, kami semua memilih untuk tetap tidur di kapal. Cerita tentang
gigitan nyamuk Anopheles penyebab penyakit malaria teramat ampuh mengisi
pikiran kami yang sebenarnya sudah meminum obat malaria sebagai pencegahan seminggu
sebelum keberangkatan.
Aku tidur di ayunan (hammock) bersama beberapa lainnya. Ada yang tidur di geladak kapal,
dek, atap, kami tidur di bagian kapal manapun yang bisa direbahi karena kapal
ini memang bukan kapal pesiar yang memiliki tempat nyaman untuk rebahan. Hammock, kantung tidur, matras, selimut,
sarung, bantal tiup, jaket, menjadi perlengkapan kami untuk beristirahat selama
perjalanan.
|
beginilah posisi kami kalau tidur |
|
beginilah suasana kami kalau makan :D |
Paginya, beberapa dari kami, termasuk aku,
menjejakkan kaki di Pulau Matasirih. Mas Eko yang merupakan penyuluh perikanan
ingin mengetahui lebih banyak tentang kondisi nelayan yang ada di wilayah
Matasirih. Kami singgah di salah satu rumah warga untuk bersilaturahim.
Alhamdulillah kami disambut dengan hangat oleh penduduk setempat. Kami juga memanfaatkan
kesempatan ini untuk membagikan coklat lolipop kepada anak-anak yang kami
temui.
|
menggunakan kapal kecil untuk merapat |
|
Berfoto bersama penduduk P. Matasirih |
Saat berkunjung ke kantor Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Teluk Sungai, selain berbincang dengan Pak Muhammad
Amin, Kepala Dusun 4, Desa Teluk Sungai, satu persatu dari kami mengantri untuk
membersihkan diri. Maklum, di kapal persediaan air tawar terbatas. Sehabis
bercebur di laut, kami hanya membersihkan diri seadanya dengan air tawar. Oleh
karenanya, setiap menginjak daratan yang memiliki fasilitas MCK yang bersih dan
nyaman, kesempatan untuk menggunakan fasilitas tersebut tentu tidak akan
dilewatkan begitu saja. :D
|
bangunan SMP di P. Matasirih |
Pulau Matasirih terdiri dari dua desa,
yaitu Desa Teluk Sungai dan Desa Labuan Barat. Desa Teluk Sungai berpenduduk
1.009 jiwa dengan luas wilayah 1,37 km2, sedangkan Desa Labuan Barat
berpenduduk 633 jiwa dengan luas wilayah 1,62 km2. Untuk fasilitas
pendidikan, di tiap desa terdapat TK dan SD, sedangkan SMP hanya ada satu yang
terdapat di Desa Teluk Sungai. Jika ingin melanjutkan ke jenjang SMA, SMA
terdekat ada di Pulau Marabatuan sebagai satu-satunya SMA di Kecamatan Pulau
Sembilan. Untuk fasilitas kesehatan terdapat dua buah puskesmas pembantu yang
terletak di masing-masing desa.
Jarak yang jauh (bahkan dari ibukota
kecamatan sekalipun) ditambah ketiadaan jaringan telekomunikasi membuat pulau
ini sulit melakukan kontak dengan wilayah sekitar. Meskipun sudah dijanjikan
akan dibangun tower pemancar telekomunikasi, sampai saat ini hal tersebut belum
terealisasi.
“Terasa itu ketika kami memerlukan
perawatan medis. Untuk menjemput tenaga medis selain jauh juga memerlukan biaya
yang tidak sedikit. Seandainya ada jaringan telepon, kami lebih mudah
memanggilnya sehingga tidak perlu bolak-balik ke Marabatuan untuk menjemput. Untuk kasus malaria, meski masih terjadi namun angka korbannya sudah jauh berkurang,”
begitu penjelasan dari Bapak Muhammad Amin.
Pulau Pamalikan
|
kehujanan diperjalanan menuju P. Pamalikan |
Kami melanjutkan perjalanan ke Pulau
Pamalikan yang berada di timur laut, tidak jauh dari Pulau Matasirih. Sempat
diterpa hujan lebat, alhamdulillah sesampainya disana cuaca kembali menjadi
cerah. Pasir putihnya seakan melambai-lambai pada kami untuk segera didatangi. Jangkar
diturunkan di sisi barat pulau. Karena badan kapal cukup besar dan semakin
mendekati pantai kedalaman air semakin dangkal, untuk mencapai pantai kami
harus berenang. Barang-barang untuk bersantai di pantai kami bawa menggunakan dry bag dan perahu karet kecil.
Subhanallah… pantainya cantik banget! Airnya
pun sangat jernih. Lokasinya yang terpencil membuat kami serasa berada di pulau
pribadi. Terdapat mercusuar dan sebuah pondok yang digunakan penjaga pulau ini
untuk bermalam. Pulau ini merupakan tempat singgah penyu untuk bertelur. Oleh
karena itu, keberadaan penjaga pulau memang diperlukan agar telur-telur yang ditimbun
penyu di pantai ini tidak dicuri kemudian dijual oleh oknum tidak bertanggung
jawab. Karena kami datang pada siang hari, tentunya sudah tidak ada lagi penyu yang bertelur di pantai saat itu.
|
Pulau Pamalikan ini kece banget untuk foto-foto |
|
serunya berjemur di Pantai Pulau Pamalikan sampai muka gosong :p |
|
duyung hijaber ala P. Pamalikan :p |
Kami menghabiskan banyak waktu di Pulau Pamalikan
yang menghadap ke Pulau Matasirih. Snorkeling,
berfoto, juga mengobrol sambil berteduh di pepohonan. Tidak ada air tawar di
pulau ini sehingga bukan tempat yang nyaman untuk berkemah. Lagipula kehadiran
manusia akan mengusik para penyu yang singgah untuk bertelur. Meski menghayalkan
membangun villa atau resort ditempat ini, hal itu hanya jadi khayalan kami di
bawah terik sinar mentari yang sukses membuat kulit kami hitam terbakar.
Terumbu karang di pulau ini tidak terlalu bagus. Perairan di sisi lain pulau ditumbuhi padang lamun
yang merupakan makanan penyu. Sebelum kembali ke kapal, kami mendapat “bonus”
tak terduga di pantai ini. Baby shark! Untung bayi hiu. Andai yang kami lihat
itu hiu remaja atau induknya, mungkin bakal pucat pasi dan semua segera naik kapal
untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.
|
South Borneo Traveller di Pulau Pamalikan |
Kembali ke Pulau Matasirih
|
sayang banget kalau tidak ikut snorkeling disini |
Ikan yang paling ingin kami lihat di
perairan ini adalah nemo avatar. Sayang, saat itu aku tidak menemukannya. Kemampuan
snorkelingku yang pas-pasan membuatku tak leluasa bergerak kesana-kemari.
Namun, aku amat menikmati pesona keindahan bawah laut Pulau Matasirih. Diantara
pulau-pulau yang kami kunjungi di Pulau Sembilan, perairan Pulau Matasirih lah yang
paling indah, rapat, dan beranekaragam. Bahkan, menurut kawan-kawan yang sudah
pernah kesini, kondisi terumbu karang di perairan ini jauh lebih
bagus dan beragam dibanding dua tahun lalu. Ini menunjukkan kondisi perairan di Pulau Matasirih amat
terjaga dan sehat sehingga terumbu karang dapat tumbuh dengan cepat dan sehat.
|
anak nelayan P. Matasirih |
Karena kehabisan air tawar, sebelum
kembali ke Pulau Marabatuan kami merapat di dermaga yang berada tak jauh dari spot kami snorkeling. Dermaga ini ditinggalkan sebelum pembangunannya
selesai, entah mengapa. Padahal, dermaga ini dapat digunakan untuk menyandarkan
kapal berukuran besar sehingga tidak perlu lagi pindah ke perahu kecil untuk
mencapai daratan Pulau Marabatuan.
Terdapat perkampungan yang ditinggalkan
penduduk di bagian pulau ini. Karena tidak ada satu warga pun yang kami temui disana, hal tersebut cukup menjadi tanda tanya bagi. Kami sendiri lebih memilih menikmati sore itu
dengan bersantai dan berfoto-foto di dermaga sambil menunggu kapten kapal, ABK,
dan beberapa kawan yang ikut ke perkampungan untuk mencari air tawar. Kami
lagi-lagi berkhayal. Seandainya kemarin kapal merapat di dermaga ini atau
terdapat penginapan di bagian pulau ini, tak perlu jauh-jauh untuk bercebur ke
spot snorkeling yang menyajikan pesona
bawah laut yang keindahannya tidak kalah dengan bawah laut perairan laut
lainnya di Indonesia. Dari dermaga ini kita bisa menyaksikan pemukiman penduduk
Pulau Matasirih yang berada di sekitar teluk, Pulau Kunyit Matasirih, dan Pulau
Pamalikan. Pemandangan yang amat indah dan menenangkan.
|
berfoto di dermaga P. Matasirih yang menghadap teluk
|
Sebelum gelap, kapal angkat jangkar dan
bergerak kembali ke Pulau Marabatuan yang memakan waktu setidaknya 4 jam.
Stamina sudah mulai menurun. Beberapa teman ada yang mabuk laut karena
gelombang kala itu cukup tinggi dan angin bertiup cukup kencang. Langit pun
terlihat mendung dan terlihat kilatan petir di kejauhan. Jangan hujan. Begitu
harapan kami kala itu. Alhamdulillah, hujan tidak turun hingga kami sampai di
Pulau Marabatuan. Namun, karena muka air laut saat itu sedang surut kapal tidak
bisa merapat ke dermaga. Akhirnya diputuskan, sebagian pergi ke daratan untuk
bermalam disana, sebagian tetap tinggal di kapal hingga besok pagi. Malam itu
kami menginap di kost-nya Timor, temanku yang menjadi guru geografi di SMAN 1
Pulau Sembilan. Beruntung, malam itu sebagian tidur di daratan. Seandainya semua tidur di kapal, entah bagaimana kami besok harinya. Malam itu angin bertiup kencang dan hujan turun dengan lebat.
Cerita
selanjutnya....
No comments:
Post a Comment