Monday, May 14, 2018

Sungai Yangtze, Rape of Nanking, dan Yun Brocade

When in Nanjing (part 3)

Cerita sebelumnya…   When in Nanjing (part 2)

aktivitas Sungai Yangtze dilihat dari Yuejiang Lou
Aku (A): Wei, aku ingin melihat Sungai Yangtze. Dimana spot bagus untuk melihatnya?
Wei (W): Banyak. Salah satunya di Yuejiang Lou.
(Lou = pagoda/tower)
A: (lihat peta) Tidak ada stasiun metro di dekatnya. Kamu kan tahu aku tidak bisa naik bus.
Jadi, saat Wei libur kerja dan bisa menemaniku jalan-jalan, dia mengajakku kesana.

Minggu, 18 Juni 2017
Masih ingat kisah perjalananku mengelilingi Danau Mochou di cerita sebelumnya?! (Danau-danau Cantik di Nanjing). Nah, cerita itu bermula dari perjalananku yang ingin melihat Sungai Yangtze. Apa istimewanya Sungai Yangtze? Sungai sepanjang 6300 km ini adalah sungai terpanjang di Asia. Hulu sungainya di Dataran Tinggi Tibet dan bermuara di Laut Cina Timur (melewati 10 provinsi di China). Sungai inilah saksi pembangunan armada laut Laksamana Cheng Ho yang ekspedinya dikenal sebagai Pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat. Sebagai anak Kota Seribu Sungai (alias Banjarmasin), melihat sungai besar dan panjang tentu bikin seakan sedang berasa di kampung halaman. Tidak apa kan ya kalau bandingannya jauh lebih wow daripada Sungai Martapura dan Sungai Barito yang tidak seberapa panjang dibandingkan Yangtze asalkan feels like home :D
Aku dan Wei janjian bertemu di stasiun Longjiang. Yap, perjalanan kali ini hanya aku dan Wei karena teman-teman yang lain memilih stay di dormitory untuk mengerjakan PR dan beristirahat (PR-ku jangan ditanya, ya! Hehehee…). Ini adalah perjalanan terjauhku naik metro. Dari Xiamafang (stasiun dekat kampus, line 2) turun di Xinjiekou untuk pindah ke line 1 lalu turun di Gulou untuk pindah ke line 4 dan turun di Longjiang keluar melalui exit 2. Setelah bertemu Wei, perjalanan kami lanjutkan dengan naik bus. Lumayan bisa melihat kenampakan Kota Nanjing karena seringnya kan naik metro, underground. Sudah sampai? Belum.
Turun di halte kami masih harus jalan kaki. Yuejing Lou berada di 202 Jianning Rd, Xia Guan Qu. Meski sudah sampai di gerbang Yuejiang Lou, perjuangan belum berakhir. Seperti di Sun Yat Sen Mausoleum, untuk sampai di Yuejiang Lou harus menaiki puluhan (atau ratusan?!) anak tangga. Taraaa... Jangan senang dulu. Ingin mendapat view maksimal ke lantai teratas pagoda lah dan mari menaiki anak-anak tangga lagi! Tapi sepadan karena bisa melihat Sungai Yangtze, Nanjing Yangtze River Bridge, Nanjing City Wall, dan tentunya pemandangan Kota Nanjing. Beautiful view!

Yuejiang Lou

Yuejing Lou kalau diterjemahkan ke Bahasa Inggris berarti a towering building viewing the Yangtze River. Menara atau pagoda ini dibangun di atas Lion Hill sesuai keinginan Kaisar Zhu Yuanzhang (Dinasti Ming, 1374) yang ingin memiliki bangunan tinggi di atas bukit agar dapat melihat jauh ke sekeliling untuk menikmati pemandangan dan memantau apabila ada aktivitas musuh/pihak asing. Uniknya, menara setinggi 52 meter di area yang luasnya lebih dari 5.000 meter persegi ini baru selesai dan dibuka untuk umum pada tahun 2001. Pembangunan Yuejiang Lou sempat gagal diselesaikan karena rendahnya produktivitas, lemahnya ekonomi, perang bertahun-tahun, dll.
Berkunjung ke Yuejiang Lou kita akan mendapat banyak informasi mengenai berbagai dinasti yang pernah ada di China, peta wilayah kekuasaannya, catatan Yuejiang Lou imajiner zaman Kaisar Zhu Yuanzhang, dan kisah Laksamana Cheng Ho yang tergambar di dinding menara bagian dalam. Setelah menikmati pemandangan Nanjing dari atas menara (dan tentunya melihat Sungai Yangtze), kami berjalan-jalan di area sekitar menara.

Pemandangan dari atas Yuejiang Lou


Ada hal menarik yang ditunjukkan Wei saat kami menaiki dan menuruni tangga menuju puncak bukit (tempat di mana Yuejiang Lou berdiri). Wei menunjukkan kepadaku patung-patung singa berukuran kecil yang banyak terdapat di kanan kiri tangga.
“Can you tell which one male and female?”
Ternyata yang jantan memegang bola, betina memegang anak singa. Tidak satu pun patung-patung itu dibuat sama persis. Menarik!
narsis di Nanjing City Wall
Kami tidak langsung keluar. Wei mengajakku berjalan-jalan di atas Nanjing City Wall yang berada masih satu kawasan dengan Yuejing Lou. Mumpung tidak perlu membeli tiket masuk lagi karena sudah sepaket dengan tiket masuk ke Yuejing Lou (HTM: 40 RMB). Belum bisa berjalan-jalan di Great Wall of China, Nanjing City Wall dulu tidak mengapa (semoga suatu hari nanti bisa traveling ke sana, aamiin).
Sun Yat Sen Mausoleum (√), Fuzimiao (√) meski tidak masuk ke Confucius Temple yang merupakan objek utamanya. 3 tempat yang direkomendasikan Wei untuk kudatangi, 2 sudah terpenuhi.
"Kita naik bus lagi ke tempat berikutnya," kata Wei kepadaku. Bisa menebak kan dia mengajakku kemana?

Fyi: Aku tidak berani naik bus karena tidak bisa Bahasa Mandarin dan tidak mengerti harus naik bus nomor berapa turun di mana. Penduduk sini setiap menggunakan transportasi publik tinggal scan kartu yang sudah diisi deposit uang, pun ketika masuk ke objek wisata berbayar. Wei menscan kartunya 2 kali setiap kami naik bus. Sekali dia, sekali untuk aku. Aku lupa nanya berapa ongkos sekali naik bus. Berharap saat itu ongkos naik bus Wei yang bayarin. Hahahaa…

Nanjing Massacre Memorial Hall

Nanjing Massacre Memorial Hall dibangun pada tahun 1985. Tempat ini memiliki luas 28 ribu meter persegi. Lapangannya luas, tamannya rindang, kolam-kolamnya besar, kondisinya pun bersih. Antrian masuk saat itu seperti ular naga panjangnya, baik untuk memasuki area memorial hall ataupun aula pameran. Selain pengunjung umum, saat itu ada anak-anak sekolah yang sedang studi tur.
Sebelum memasuki area memorial hall, aku sempat terpesona saat melihat patung seorang ibu menggendong bayi. Ternyata (ketika sudah berada di dalam), patung ini berada di tepi salah satu kolam. Pada kolam lainnya terdapat patung-patung yang menggambarkan peristiwa selama invansi Jepang di Kota Nanjing. Terdapat pula pemakaman massal dan foto-foto saat ekskavasi dilakukan. Dinding bertuliskan nama-nama korban pembantaian pun ada. Jadi, meski tempat ini luas, indah, dan bersih, tidak meninggalkan kesan suram akibat peristiwa yang pernah terjadi di sana.
Pada 13 Desember 1937, 50.000 tentara Jepang menginvansi Kota Nanking (sekarang Nanjing) yang saat itu menjadi pusat budaya dan politik Cina. Dimulai dari Shanghai, pasukan Jepang membual dapat menaklukkan seluruh Cina dalam waktu 3 bulan. Ternyata, warga Nanking memberi perlawanan yang membuat jadwal penaklukkan Jepang terhadap Cina meleset dari target. Diperkirakan, tentara Jepang membantai 300 ribu tentara Cina dan penduduk sipil. Lebih dari 20 ribu perempuan diperkosa dan disiksa. Makanya, pembantaian ini dikenal sebagai The Rape of Nanking dan menjadi peristiwa kekejaman terburuk yang terjadi saat Perang Dunia II, baik di zona Pasifik maupun Eropa.





Tidak heran kan kalau aku jadi speechless karena ngeri saat berada di sana?! Tidak heran juga jika akhirnya di sana aku sulit menemukan produk buatan Jepang. Toh mereka juga produsen berbagai macam produk jadi ngapain harus memakai produk buatan negara lain?!

How to get there…
Nanjing Massacre Memorial Hall berada di 418 Shuiximen Rd. Jika menggunakan line (metro), naik line 2 dan turun di stasiun Yunjinlu. Jika menggunakan bus, naik bus nomor 4, 7, 37, 61, atau 63 dan turun di Jiangdongmen Stop. Lanjutkan dengan berjalan kaki hingga sampai di lokasi. Free entrace (masuk ke tempat ini dilarang bawa air minum).

Nanjing Yun Brocade Museum

Museum ini tidak termasuk dalam travel bucket list-ku. Tahu pun aku tidak kalau ada museum seperti ini di Nanjing. Wei mengajakku mampir di perjalanan kami menuju stasiun metro setelah mengunjungi Nanjing Massacre Memorial Hall. Aku sih suka banget diajak ke museum. Selain dapat tambahan objek kunjungan, aku pun jadi bisa ngadem karena Nanjing hari itu panas dan aku puasa (hauuusss...).

Koleksi di museum ini banyak. Mulai dari alat tenun, diorama, pakaian kerajaan, sampai beragam koleksi kain dengan motif-motif yang bikin mupeng pingin beli paling gak satu lembar untuk koleksi atau dibikin baju. Yun brocade yang menarik perhatianku adalah yang motif bunga, perahu naga, burung merak, dan the Cowherd and the Girl Weaver. Pajangan kain sutra berlukis Monalisa juga ada. Cantik-cantik! Sayang, kain tenun Yun brocade ini harganya bikin nangis, apalagi yang berbahan dasar sutra khas Cina (mahalnya pakai bingits, hiksss!).
Sejak zaman kuno, Nanjing telah menjadi area produksi utama sutra terbaik di Cina dan merupakan tempat kelahiran Yun brocade ini. Kira-kira pada Six Dinasties Period (222-589). Pada tahun 1957, Nanjing Yun Brocade Institute didirikan untuk melestarikan kerajinan brokat ini. Tahun 2004, institut tersebut mendirikan Museum Yun-Brocade Nanjing yang menjadi museum pertama di China untuk menampilkan dan mengumpulkan karya Yun brocade di daratan Cina. Tahun berikutnya, Nanjing Yun brocade ini terdaftar sebagai barang warisan budaya tak benda tingkat negara dan tahun 2009 terdaftar sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Keren, ya!

How to get there…
Nanjing Yun Brocade Museum berada di 240 Chating Dongjie. Masuk ke museum ini gratis dan bukanya mulai pukul 8.30 am – 17.00 pm. Sama dengan ke Nanjing Massacre Memorial Hall. Jika naik metro, naik line 2 lalu turun di stasiun Yunjinlu. Jika naik bus, naik bus nomor 4, 7, 37, 61, atau 63 lalu turun di Jiangdongmen Stop. Lanjutkan dengan berjalan kaki sampai ke obyek tujuan.

Jadi, rute perjalananku hari itu: Yuejiang Lou – Nanjing Massacre Memorial Hall – Nanjing Yun Brocade Museum – Mochou Lake Park. Kalau di Banjarmasin, sampai rumah aku pasti akan manggil tukang urut karena kaki pegal akibat jalan kaki entah berapa ribu langkah dalam sehari. Hal langka yang kulakukan di Banjarmasin atau Malang.


Bersambung…

No comments:

Post a Comment